Minggu, 09 Oktober 2011

CNG Untuk Nelayan Bemasalah




Jakarta - Setelah lebih dari setahun dijanjikan, tanggal 28 Mei 2011 sebanyak 250 dari 500 nelayan Lekok, Pasuruan yang dijanjikan akan mendapat tabung CNG dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Bahan bakar perahu nelayan pengganti solar ini rencananya diberikan Menteri KKP, Fadel Mohammad secara simbolis di Pelabuhan Perikanan Lekok. Diharapkan penggunaan Compressed Natural Gas (CNG) ini akan mengurangi biaya operasional melaut nelayan. Benarkah demikian? Jawabnya belum tentu.

Memang benar tabungnya diberikan secara gratis, akan tetapi nelayan tetap harus membeli gas seharga Rp 3.250 per liter lebih murah dari solar. Akan tetapi hal ini diragukan sebab harga tersebut berlaku di stasiun pengisian CBG di Pandaan.

Diperkirakan sampai di Lekok yang belum dilengkapi tempat pengisian CNG harganya minimal Rp 4 ribu per liter, berarti pemerintah harus memberi subsidi biaya angkut agar nelayan Lekok dapat menikmati gas seharga Rp 3.250 per liter.

"Jika harganya empat ribu rupiah, lebih baik pakai solar saja tanpa resiko," kata Mulkan salah seorang Nelayan Lekok.

Kemudian siapakah yang akan menanggung biaya subsidi tersebut, KKP, Pemprov Jatim, Kabupaten Pasuruan atau pengusaha tabung gas?

Hal lain yang perlu dicermati adalah BBG masuk dalam katagori bahan berbahaya yang harus mendapat ijin dari ADPEL jika diangkut dalam kapal atau perahu. Entah apakah hal ini sudah dibicarakan KKP dengan ADPEL? Sebab hal ini akan menjadi masalah dikemudian hari.

Bisa saja nelayan ditangkap ketika sedang melaut karena membawa tabung gas tanpa ijin. Atau jika terjadi insiden tabung meledak di tengah laut pihak ADPEL harus bertanggung jawab.

Terlepas dari persoalan di atas, keinginan dan upaya pemerintah meringankan beban masyarakat nelayan patut diapresiasi. Hanya saja selama ini bantuan dari pemerintah umumnya tidak tepat sasaran.

Banyak contoh, antara lain pengadaan 1000 kapal 30 GT bermesin marine engine yang tidak terbiasa bagi nelayan tradisional. Perahu Jalinkesra seharga Rp 2,5 juta belum dipotong pajak dan keuntungan pengusaha, diketahui kemudian bermasalah, tenggelam atau dijual mesinnya karena nelayan tidak berani nenggunakannnya.

Adapula program Minapolitan yang kemudian tersandung SDI sehingga pemerintah yang semula melarang impor ikan, terpaksa mengijinkan dan melegalkan impor ikan terlarang dengan alasan untuk memenuhi pasokan industri pengolahan ikan.

Sekedar mengingatkan program CNG untuk nelayan Lekok pernah diprotes nelayan setempat ketika berlangsung acara sosialisasi di Pendopo Kabupaten Pasuruan beberapa waktu lalu, salam bahari

*Penulis adalah Direktur Regional Economic Maritime Institute

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © . Info Perikanan - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger