PATI, KOMPAS.com - Ratusan nelayan Kabupaten Pati
menyatakan keresahannya terhadap ulah oknum TNI Angkatan Laut (AL),
Satuan Pol Air yang nyaris setiap hari di wilayah Laut Jawa- terutama di
wilayah penangkapan ikan mereka melakukan razia.
Tiga kapal
penangkap ikan jenis Cantrang milik Safari, nelayan Bendar Kecamatan
Juwana Kabupaten Pati dan satu kapal sejenis milik nelayan Rembang
sampai sekarang masih ditahan di Direktorat Pol Air Jawa Timur di
Surabaya.
Keresahan nelayan tersebut diungkapkan melalui unjukrasa
ke kantor Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pati, Senin
(20/4). Pada saat bersamaan nelayan Rembang, Kendal, Batang, juga
melakukan aksi yang sama.
Khusus di Pati, pengunjuk-rasa nyaris
bentrok dengan polisi, karena pihak Dinas DKP Pati menolak
pengunjuk-rasa memasuki halaman kantor dan pintu masuk dijaga ketat
polisi. Terjadi saling dorong. Tiga nelayan terkena bogem mentah dan
diringkus petugas, meski akhirnya dibebaskan lagi.
Pengunjukrasa
yang menumpang truk dan naik motor, akhirnya meninggalkan kantor DKP,
setelah tuntutan mereka melalui lima wakil nelayan disanggupi Kepala
Dinas DKP Pati.Slamet Singgih Purnomo.
Tuntutan itu antara lain,
dalam seminggu ke depan, Menteri Kelautan dan Perikanan, beserta Dirjen
Perikanan dan Dirjen PSDKP, didampingi oleh utusan dari TNI AL, Dit
Polair Mabes Polri beserta perwakilan Dirjen Perhubungan Laut, harus
datang kei Semarang untuk berdialog dengan nelayan cantrang Jawa Tengah.
Dimanfaatkan
Koordinator pengunjukrasa Bambang Wicaksana yang ditemui Kompas
seusai unjukrasa menyatakan, ulah oknum TNI AL.dan Polair Mabes Polri,
untuk menahan kapal, melakukan pungutan liar (pungli) hingga
menakut-nakuti nelayan, memanfaatkan berbagai bentuk kelemahan peraturan
perundangan perikanan maupun peraturan daerah.
Di dalam peraturan
memang nelayan dilarang mengoperasikian alat tangkap cantrang, karena
dianggap sama dengan pukat harimau (trawl) yang mampu mengeruk aneka
jenis ikan hingga sumber hayati. Padahal sebenarnya beda. Lagi pula
cantrang dalam banyak hal menguntungkan nelayan, sehingga banyak nelayan
yang memodifikasi, tutur Bambang Wicaksana.
Akibatnya ketika
dilakukan razia, ijin operasional nelayan masih menggunakan alat
tangkap/kapal purse seine dengan bobot 30 100 gross ton (GT). Selain itu
juga belum banyak nelayan membeli/mengoperasikan vessel monitoring
system (VMS) yang merupakan keharusan, sehingga posisi nelayan sangat
lemah. Anehnya kasus itu bisa diselesaikan, meski harus dengan
mengeluarkan dana puluhan juta rupiah.
"Itulah yang meresahkan
nelayan sekarang ini. Termasuk adanya penutupan daerah penangkapan ikan
di Laut Jawa dan Selat Makasar," tambah Bambang Wicasana.
.
Sumber :http://nasional.kompas.com/read/2009/04/20/18121887/Nelayan.Pati.Tuntut.Menteri.Perikanan.Izinkan.Cantrang.
0 komentar:
Posting Komentar