KOMPAS.com - Ilmuwan Jepang berhasil menciptakan
otak transparan. Dengan menggunakan larutan bernama Sca le, ilmuwan itu
megubah otak putih tikus yang semula berwarna keruh menjadi sebening
kristal. Otak transparan yang diciptakan bisa membantu ilmuwan melihat
penanda fluorescent yang disisipkan pada tikus putih. Medical imaging memasuki era baru dengan penciptaan otak transparan ini.
"Penelitian
kami saat ini memang fokus pada otak tikus, namun aplikasinya tak
terbatas pada tikus maupun otak," kata Atsushi Miyawaki, peneliti RIKEN
Brain Institute Jepang yang menciptakan otak transparan ini. "Kami
bisa mengembangkan pemakaian Sca le untuk organ lain seperti jantung,
otot dan ginjal serta pada jaringan dari primata dan sampel biopsi
manusia," lanjut Miyawaki seperti dikutip National Geographic, Jumat
(2/9/2011).
Sca le merupakan larutan yang terbuat dari bahan yang
relatif sederhana. Komposisinya adalah urea (senyawa utama pada urin),
gliserol (senyawa yang juga terdapat pada sabun) dan deterjen yang
disebut Triton X. Untuk membuat otak transparan, organ otak direndam
selama 2 minggu dalam larutan ini.
Tak seperti larutan lain yang juga digunakan untuk membantu melihat otak, Sca le tak menghilangkan penanda fluorescent. Selama ini, penanda fluorescent dipakai untuk membantu fluorescent imaging. Teknik fluorescent imaging sendiri digunakan untuk memetakan arsitektur otak, mulai jaringan saraf, pembuluh darah dan struktur lain.
Otak
transparan yang diciptakan bisa membantu pemetaan arsitektur otak.
Lebih luasnya, organ transparan bisa membantu pencitraan awal sebelum
melakukan pencitraan yang lebih mahal seperti CT Scan dan MRI.
Aplikasi untuk penanganan penyakit, dokter bisa menganalisa apakah
perawatan yang diberikan benar-benar berdampak pada organ target. Ini
hal yang belum bisa dilakukan sebelumnya dalam dunia medis.
Meski
banyak manfaatnya, larutan Sca le tidak akan digunakan segera secara
luas. Miyawaki mengatakan, Sca le saat ini masih terlalu toksik untuk
digunakan. "Saat ini kami sedang mencari kandidat reagen lain yang
memungkinkan kita mempelajari jaringan hidup dengan cara yang sama
dengan transparansi yang lebih rendah," jelas Miyawaki. Penemuan
Miyawaki dipublikasikan di Jurnal Nature Neuroscience, Selasa
(30/9/2011) lalu.
0 komentar:
Posting Komentar